Saturday, August 8, 2009

HAI TELINGA, DENGARLAH...

Pernahkah kita berpikir kenapa posisi telinga kita cenderung menghadap ke depan, dan nggak satupun manusia di dunia ini yang daun telinganya menghadap ke belakang? Mengapa Tuhan, Sang Desainer Agung menempatkan posisi yang sedemikian rupa kepada telinga kita? Well, kalo kita renungkan ternyata ada makna yang begitu dalam dengan telinga kita.

Kuping, atau telinga cenderung menghadap ke depan, ternyata supaya kita mendengar lebih fokus pada suara yang ada di depan kita, bukan pada suara-suara di belakang kita. Telinga kita nggak didesain untuk mendengarkan omongan-omongan miring di belakang kita yang seringkali bertujuan untuk menjatuhkan, untuk menggosipkan, untuk membuka aib, atau untuk membicarakan tentang kejelekan kita pada orang lain. Telinga kita didesain untuk mendengar suara di hadapan kita.

Apa artinya suara di hadapan kita? Orang yang mengambil posisi bicara di depan kita biasanya mempunyai maksud untuk menegur, untuk menasihati, untuk menghibur kita, untuk mengajar kita, untuk membangun, dan mengisi (makanya nggak pernah ada guru yang mengajar di belakang kelas, pasti mengajarnya dari depan kelas). Merekalah orang yang suaranya ingin didengarkan, sedangkan orang yang berbicara “di belakang” biasanya tidak ingin sampai suaranya terdengar oleh kita.

Nah, kalau kita tau begitu, kenapa kita cenderung mendengarkan suara-suara di belakang kita lalu menjadi down? Kita justru seringkali mengabaikan nasihat dari orang yang ingin perkataannya didengar, yang ingin hidup kita mengalami sesuatu hal yang lebih baik jika kita mendengar perkataannya. Coba renungin sama-sama berapa sering kita mendengarkan nasihat, memahaminya, menurutinya dan nggak mengabaikannya? Lalu berapa sering kita justru mendengarkan ucapan-ucapan di belakang kita, lalu menjadi uring-uringan sendiri karena kata-kata itu?

Anak-anak Tuhan, kitab Amsal sebagai kitab nasihat sering banget mengajar kita dengan kata-kata “dengarkanlah…”, “Arahkanlah tellingamu kepada…”, “terimalah nasihat…”, “jangan abaikan didikan…”, dan kata-kata lainnya yang bertujuan untuk memberi nasihat. Nasihat itu baik untuk setiap kita, belajarlah untuk tidak mempermasalahkan bagaimana cara Tuhan, orangtua, atau orang lain menegur kita. Belajarlah untuk fokus pada “isi nasihat” itu. Coba kita renungkan bagian-bagian kitab Amsal ini:

“Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu.” (Ams 4:20-21)

“Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak; janganlah mengabaikannya.” (Ams 8:33)

“Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,” (Ams 7:23)

Kitab Amsal juga mengajar kita bahwa orang bijak adalah orang yang mau mendengar nasihat:

“Janganlah mengecam seorang pencemooh, supaya engkau jangan dibencinya, kecamlah orang bijak, maka engkau akan dikasihinya, berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah.” (Ams 9:8-9)

“Si pencemooh tidak suka ditegur orang; ia tidak mau pergi kepada orang bijak.”(Ams 15:12)

Guys, kita dikaruniai dua buah telinga yang cenderung mengadap ke depan. Artinya lebih banyaklah mendengar nasihat dari orang lain, lebih banyaklah mendengar pengajaran, lebih banyaklah mendengar kebutuhan dan keluh kesah teman-teman kita. Lebih banyaklah mendengar dalam sebuah hubungan, dan lakukanlah dari kedua sisi, kedua pihak. Dengarlah, maka kita akan didengar. Jika kita mau mendengar, kita akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk memiliki pengetahuan, masa depan, kewibawaan, dan sahabat-sahabat dekat.

“Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi.” (Amsal 15:31-32)


1 comment:

Gandhi said...

Betul. Makasih atas sharingnya. Saya suka sekali dengan artikel ini.

Namun terkdang yang membuat orang enggan mendengar dan meresapi kebaikan yg orang lain sebarkan karena terkadang EGO lebih berperan, dan adanya rasa bahwa dirinya lebih baik, lebih benar, lebih dari segala-galanya...

Sumpah, artikelnya bagus! Thanks3x...