Tuesday, December 15, 2009

Limitation of Doing Good Things

"Sudah cukup saya berbuat baik dengannya !!!"
"Dia tidak pernah menghargai saya"
"Ternyata dia seperti itu, saya hanya dimanfaatkan olehnya !!!"
"Saya pikir wajar jika saya tidak peduli karena saya tidak mengenalnya"

Seberapa sering komentar atau kalimat-kalimat di atas kita dengar atau bahkan kita ucapkan sendiri selama ini. Saya sendiri termasuk orang yang suka dengar & berbicara seperti ini. Sulit rasanya menerima kenyataan bahwa orang yang kita kasihi berbuat sesuatu yang tidak baik, sesuatu yang tidak relevan dengan apa yang selama ini kita sudah berikan padanya. Seakan-akan dia itu kok "tidak tahu berterima kasih" gitu loh..

Tanpa sadar, ketika kita berbuat baik pada seseorang kita juga ingin ia berbuat baik pada diri kita. Kita pikir dengan kita berbuat baik padanya, tentu otomatis dia akan 'tahu diri' untuk berbuat hal yang serupa pula pada kita. Jarang sekali ada diantara kita yang benar-benar 'ikhlas' ketika berbuat baik, akibatnya kita akan kecewa dan sedih ketika ia berbuat yang tidak baik pada kita. Kita mulai membatasi diri berbuat baik karena berpikir bahwa ini adalah hal yang sia-sia. Kita mulai cuek dan tidak peduli ketika melihat ada orang lain, sesama kita yang sedang kesusahan. Mulai membangun benteng pertahanan diri yang menutupi rasa kenyamanan diri kita yang sesungguhnya.

Ini adalah hal yang wajar dan manusiawi. Semua manusia merasakan dan melakukannya.

Untuk bisa terus berbuat baik itu perlu perseverance alias ketekunan dan kesabaran karena tidak mudah bagi kita untuk 'deal' dengan manusia, pribadi yang begitu rapuh dan seringkali tidak tahu diri ini. Jangan gunakan pribahasa "Karna nila setitik rusak susu sebelangga", karena jika kita terapkan ini maka kita akan sangat sulit sekali untuk bisa berbuat baik pada orang lain. Orang tua saya pernah berpesan pada saya : "Jangan mengingat keburukan/kesalahan orang lain, ingatlah selalu kebaikannya". Saya pikir ucapan ini benar adanya karena kita cenderung lebih mudah menghakimi orang lain dan mengingat kesalahan orang lain daripada melihat dan mengingat kebaikannya. Karena itu ga heran kalo kita dengan mudahnya melupakan 999 kebaikan dan menukarkannya dengan 1 buah kejahatan besar yang dilakukan oleh orang yang sama pada kita.

Membalas kebaikan dengan kebaikan dan membalas kejahatan dengan kejahatan adalah hal yang lumrah biasa adanya, mau itu orang jahat ataupun orang saleh melakukan ini. Yang membedakannya adalah "membalas kejahatan dengan kebaikan" karena tidak semua orang mampu melakukannya.

Mungkin yang harus diperbaiki adalah pola pikir & respon kita terhadap hal tersebut. Ada beberapa hal yang mungkin dapat menjadi perenungan kita bersama :

Recognize that God wants us to give wisely. “You must decide in your heart how much to give. And don’t give reluctantly or in response to pressure” (2 Corinthians 9:7).


• Keep in mind that “whenever we have the opportunity, we should do good to everyone—especially to those in the family of faith” (Galatians 6:10).


• Remember that God has created you and me “anew in Christ Jesus, so we can do the good things He planned for us long ago” (Ephesians 2:10). 


3 kalimat di atas ini saya ambil dari perenungan Our Daily Journey hari ini. Saya pikir kalau kita bisa merubah pola pikir maka kita bisa belajar untuk terus berbuat baik. Berbuat baik bukan demi 'diperbuat baik' melainkan karena harus berbuat baik (keteladanan Kristus). Kalau kita merasa tidak sanggup untuk berbuat baik pada musuh kita, berdoa minta kasih itu dari Tuhan sang Maha Kasih & belajar dariNya bagaimana Ia dapat mengasihi setiap musuh-musuhNya.

Teruslah berbuat baik dengan tanpa jemu-jemu karena suatu saat kita akan menuai hasilnya : Jika Kita Tidak Menjadi Lemah (Give Up).

Selamat Menabur Kebaikan

No comments: