Monday, November 22, 2010

Dosa itu Nikmat, tapi ... (part 1)

Dosa itu nikmat ? Ga salah tuh tulisannya ? Coba baca sekali lagi .
Tidak, tulisannya memang berbunyi demikian. Mau dibaca sepuluh hingga dua puluh kali kemudian juga isinya tetap sama. Dosa itu nikmat. Dengan sikap jujur dan sangat terbuka, saya berani bilang kalo dosa itu nikmat. Kenikmatan dosa terbukti dari lamanya dan seringnya kita melakukan dosa. Mungkin ada baiknya kita kembali mengingat apa itu dosa yang kita kenal selama ini.

What is sin
(dosa) ?
Dosa, dalam pengertian sederhana yang kita tahu sama tahu adalah setiap perbuatan yang melanggar perintah Tuhan (PPKN banget ga sih ?). Bagi orang Kristen, dosa dalam bahasa aslinya tertulis "Hamartia" yang berarti luput dari sasaran. Ibarat panah yang tidak tertancap di posisi tengah (titik pusat). Itulah "Hamartia", beda 1/2 cm pun itu sudah tidak tepat sasaran. Begitu tajam dan seriusnya dosa, sampai-sampai kata "Hamartia" yang dipergunakan untuk melukiskannya dalam Bible. Dosa sudah diperdengungkan begitu sering, baik melalui hukum taurat yang ditulis oleh Allah sendiri maupun di dalam kitab suci yang ditulis oleh manusia-manusia yang digerakkan oleh RohNya. Nampaknya dosa menjadi salah satu concern yang utama di dalam penulisan kitab injil.

Dosa telah meliputi seluruh aspek kehidupan kita. Mulai dari mata, mulut, telinga, hingga kaki kita semuanya berdosa. Dengan mata, orang bisa menjadi liar. Dari mulut, orang bisa menjatuhkan sesamanya. Melalui tangan, nyawa manusia pun terkesan murah harganya. Semua aspek ini ialah aspek yang terlihat (eksplisit), dimana orang-orang sekitar kita dapat langsung menilai tingkah dan perilaku kita berdasarkan aspek-aspek ini. Di luar aspek eksplisit ini ada 2 aspek implisit yang hanya dapat dinilai oleh dirinya dan Penciptanya sendiri yaitu hati dan pikiran. Aspek implisit ini sifatnya jauh lebih berbahaya, bisa dimanipulasi kapan saja tak terbatas ruang dan waktu dan sangat tersembunyi sekali. Aspek implisit ini (hati dan pikiran) adalah penggerak utama dari aspek eksplisit yang selalu gampang dinilai orang. Kita cenderung lebih mudah menghakimi "dia orang baik", "dia sopan", dia religius", "dia dermawan sekali" berdasarkan apa yang dia lakukan (aspek eksplisit) tanpa pernah menyadari sekalipun apa motivasinya (aspek implisit) di balik ini semua. Sehingga tak heran, jika ada orang yang terlihat baik, padahal bejat. Ada pejabat yang terlihat jujur, padahal korup dan ada orang yang terlihat saleh, padahal ia munafik. Semuanya berawal dari motivasi . Semuanya berawal dari hati.

Disamping aspek eksplisit dan implisit di atas, ternyata ada satu hal yang sederhana, namun ternyata juga dapat menimbulkan dosa. Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa. Itu adalah bunyi dari Yakobus 4 : 17. Aplikasi dari ayat ini cukup sederhana. Jika kita tahu ada nenek tua renta mau nyebrang jalanan ramai, tapi kita tidak bantuin, kita berdosa (even PPKN taught us to help those people huh ?). Jika kita tahu ada temen yg mo nyontek, tapi kita pura2 cuek ga denger dan ga nasehatin, itu berdosa. Jika kita tahu pengabaran injil itu penting, tapi kita diem aja dengan alasan ga berani PI, itu juga uda dosa. Ketika temen sekantor kita ada yang korup, trus kita tutup mata, itu uda berdosa. So, sebenarnya dosa itu gampang banget deh ngelakuinnya. Just close your eyes and says "nothing wrong" : IT'S SIN. Mau cari aman sendiri ? Dosa. Mau cari nyaman sendiri ? Dosa. Gampang dan simple bukan ? hehehe ...

Jadi sebenarnya kita dari kecil sudah terlatih dan terbiasa hidup di tengah-tengah dosa. Orang kata Pemazmur kita itu sejak dilahirkan sudah berdosa kok (Maz 58:4). Jadi uda sangat lumrah dan wajar sekali kalo anak-anak kecil yang tidak pernah diajarkan untuk berdosa, bakal bisa sendiri melakukan dosa. Lagipula selama ini keknya belum pernah ada tuh kursus berbohong, mengeles, membunuh, dsb. Anehnya, kita sekali diajarin yang kaga bener pasti langsung bisa. ANeh ga ? aneh banget buat saya ...

Sinful Nature ..
Setelah kita ngomong panjang lebar soal dosa dan definisi nan teoritis di atas, kita kembali lagi pada inti dari notes ini : dosa itu nikmat. Dosa sudah mulai menggoda manusia sejak zaman Adam dan Hawa. Pada waktu itu bumi begitu bersih. Alam begitu alami. Manusia dan hewan saling berteman dan berdekatan. Bahkan tertulis dalam Kitab Kejadian 3 : 8 bahwa Tuhan Allah sampai bisa jalan-jalan di Taman Eden dan berkomunikasi dengan manusia layaknya tanpa batas. Luar biasa intimnya bukan ? Bener-bener bikin ngiri deh kalo dibayang-bayangin kondisi dunia sebelum dosa muncul ... Nikmat bukan ?

Dosa pertama kali muncul bukan dengan label yang menyeramkan, bukan dengan kemasan yang biasa-biasa saja dan bukan pula konsep yang kaku. Ia ditawarkan dan dikemas dalam bentuk yang begitu menggoda mata, nikmat dan terlihat baik tentunya sehingga Hawa pun akhirnya terggoda dan jatuh ke dalam dosa. Dosa pertama terjadi bukan ketika Hawa makan buah terlarang itu. Dosa pertama terjadi ketika Hawa dalam pikirannya sudah memberontak terhadap perintah dan kehendak Allah (aspek implisit). Apa yang ditawarkan oleh sang iblis kepada Adam & Hawa ? Bukan rasa buahnya yang lezat, tapi kedudukan yang setara dengan Allah. Ingin menyamai Allah. Ini masalah utama manusia yang berakar dan diturunkan kepada manusia-manusia selanjutnya menurut gambar dan rupa dari manusia pertama itu sendiri. Dosa turunan. Suatu hasrat untuk berbuat dosa baik diinginkan maupun tidak. A sinful nature.

Salahkan Adam ...
Mungkin ada beberapa dari kita yang coba protes sambil berkata, "Itu kan dosanya Adam, kenapa kita yang jadi kena getahnya ? Coba saya yang jadi Adam, pasti ga bakalan ngelawan Tuhan. Apa susahnya sih ga makan buah 1 pohon itu doang. Kurang bahagia apa coba tinggal di Taman Eden". Hal ini cukup manusiawi karena pada dasarnya kita tidak suka dipersalahkan dan lebih suka menyalahkan orang lain. Adam ,manusia pertama yang dibuat dan diberi hembusan nafas kehidupan langsung oleh Allah sendiri, saja bisa jatuh ke dalam dosa, apalagi kita. Adam hidup di dunia yang belum mengenal dosa. Adam adalah representasi dari umat manusia yang ada, KITA. Segala tindakan Adam kemungkinan besar pasti akan kita lakukan juga, jika kita ada di posisi dia waktu itu.

Becoming God
Kalau kita mau jujur, bukankah di dalam diri kita ada natur untuk menjadi yang utama dan terutama. Kita senang menjadi yang nomor 1. Dunia ini beserta segala isinya sedang mengajarkan kita menjadi yang terpintar, tercantik, terkaya, tercepat, terkenal. Kita pun berlomba-lomba bersaing dengan orang-orang sekeliling kita. Kita tidak senang melihat dia lebih kaya dari kita. Kita tidak suka jika melihat ada orang yg lebih berhasil dari kita. Sehingga sering kita bertanya "Kok dia lebih berhasil dari saya yah ?". Dalam diri kita ada natur bersaing. Sesama kita adalah saingan kita. Mereka objek yang harus kita kuasai dan kendalikan, bukan lagi subjek.

Egosentris, itu namanya. Semua kehendak dan keinginan berpusat pada diri. Diri yang harus berkuasa. Diri yang dianggap pintar. Diri yang dipuja-puja. Egosentris, menikmati diri, sudah menjadi strategi si licik sejak zaman Adam. Ia tahu titik lemah sang manusia yang empunya kehendak bebas ini. Ia mau bebas. Ia tak mau dikekang oleh siapa pun, bahkan oleh Penciptanya sendiri. Egosentris, sang pemuja kenikmatan dunia dan raga. Ia yang menjadikan manusia berlomba-lomba menjadi yang paling diagungkan dunia. Apa kata dunia, itulah impiannya. Sanggup ia menggadaikan urat malunya. Ia mampu membuat keluarga terpecah belah. Ia sanggup membuat manusia menggadaikan jiwanya pada kegelapan, demi fana yang sesaat. Yang penting aku aman, damai, kaya, tentram dan bahagia - itulah impiannya. Tak perlu orang lain, tak kenal sanak saudara.

Pada dasarnya, tidak ada manusia yang suka diatur. Ia memiliki kecenderungan untuk bertindak bebas dengan kehendak bebas yang ada padanya. Kita pun orang Kristen tidak suka bukan ketika Allah menetapkan rencana-rencanaNya pada kita. KIta berontak. Kita kabur. Kita menangis dan bertanya "Why God ?" Ini bukan apa yang saya mau. Kita tidak suka bergumul, karena kita tahu kehendak Tuhan seringkali tidak enak dan berlawanan dengan apa yang kita mau. Kita lebih menikmati jalan-jalan daripada ketika di gereja. Kita lebih menikmati baca novel daripada kitab suci.

Next : Dosa-dosa yang nikmat.


Bersambung

No comments: