Thursday, August 20, 2009

Pelan-Pelan jadi bukit UANG (bag.2)

Lanjutan dari Pelan-Pelan jadi Bukit UANG (bag.1).

Mungkin perasaan kita akan sangat senang sekali ketika kita dapat mengirit ongkos makan dan transport untuk 1 hari (gratis). Merasa begitu sayang untuk mengembalikan uang perpuluhan ke Pemiliknya tiap akhir bulan. Merasa diri bahwa dengan penghasilan segini, hidup ini benar-benar tidak cukup sehingga mulailah kita bermain-main dengan politik 'penghematan biaya hidup': makan nebeng teman, pulang pergi juga nebeng teman, belajar korupsi waktu ( masuk telat pulang cepat), mulai mengurangi uang persembahan/sedekah, menjadi perpuluhan menjadi pertigaan/persatuan (3 % ato 1 %), Yang dulunya suka tergerak dan memberikan sedekah pada orang miskin sekarang jadi kikir sampai akhirnya belajar untuk mengkorupsi uang perusahaan (mulai dari uang transport, perlengkapan peralatan, hingga keuangan perusahaan).

Untuk pertama-tama mungkin sinyal hati nurani masih berfungsi dan berbicara, namun akhirnya suara itu pun mulai melemah dan melemah seiring dengan pertumbuhan iman kita yang semakin merosot gara-gara cuma diisi 'teologi kesuksesan'. Yang dulunya semangat PI PA, sekarang semangat PI (Penanaman Investasi), semangat How to Get Rich, Money and Money again... Otaknya mulai dikerubuti berbagai macam cara untuk mencari uang dan mengikatnya agar tidak lepas untuk dinikmati sepuasnya nanti..

Tidak ada yang salah dengan menjadi orang kaya. Tidak ada agama manapun yang melarang orang menjadi kaya, hanya saja biasanya kebanyakan orang yang kaya juga adalah orang yang mencintai uangnya dan begitu merasa amat sayang sekali untuk mengeluarkan uangnya kalo bukan untuk kepentingan dirinya. Rasa cinta uang inilah yang salah karena bisa membuat manusia melupakan hakikat dan tujuannya semula diciptakan sehingga menjadi budak uang. Seharusnya kita yang memperbudak uang, bukan sebaliknya -- karena derajat kita (manusia) jauh lebih tinggi melampaui uang yang hanyalah benda mati.

Mungkin sekarang kita belum seperti demikian, namun seiring dengan proses perjalanan waktu dan kehidupan yang semakin berat bukan tidak mungkin kita menjadi orang-orang yang begitu mencintai uang daripada keluarga sendiri, dan ga jarang kita mengorbankan waktu,kesehatan,keluarga dan bahkan men'jual' Tuhan demi uang..

Begitu menyeramkan kuasa dari uang jika kita tak mampu mengendalikannya. Pilihannya cuma 2 : mengendalikan uang atau dikendalikan uang.

Untuk kita yang sedang bergumul dalam mencari pekerjaan : Jangan fokus pada penghasilannya, tapi fokus pada apakah panggilanmu ialah bekerja di bagian tersebut ? Apakah ada suatu gerakan di hati nuranimu yang membuatmu harus bekerja di bagian tersebut, dan itu bukan demi uang ? Jika iya, ambilah dan lihat rencana Tuhan yang dahsyat di depannya.

ungkin untuk kita yang sekarang sedang bekerja namun memiliki penghasilan yang kurang, jangan khawatir : mungkin kita belum sanggup dipercayakan untuk memegang uang dalam jumlah yang kita inginkan (oleh Dia), tetap setia dan kerjakan panggilanmu di pekerjaan tersebut.

Untuk kita yang sudah terjun di dunia kerja : Selamat datang di dunia nyata. Jaga hatimu dari segala macam kejahatan karena dari situlah terpancar kehidupan. Jalankan panggilanmu di bidang pekerjaan tersebut. Gunakan uang dengan bijak dan pertanggungjawabkanlah semuanya itu.

Kita butuh uang untuk hidup, namun kita tidak hidup oleh uang.

Selamat berjuang di dunia nyata

1 comment:

Ida Ratna said...

happy 1st anniversary :p