Sunday, April 4, 2010

Full-Timer? Elo aja kali, Gue enggak.

Artikel ini adalah hasil karya (buah pikiran) teman saya. Pertama kali saya baca judul artikel ini, nampaknya cukup menyentil dan mengundang rasa penasaran untuk terus membacanya hingga akhir dan akhirnya saya pun 'terpengaruh' untuk meneruskannya hingga akhir. Saya pikir artikel ini juga perlu diteruskan ke teman-teman sekalian. Selamat membaca dan merenungkan.


arsip lama, kira-kira tahun 2009. selamat membaca :)


Tadi sore pas ikut kebaktian 3, lagi kebaktian pengajaran, dan si Pak Pendeta khotbah kira-kira begini:


Semoga berguna! Hanya refleksi teologis semata :)

“Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” Matius 25:35-36

PO UI sebenarnya haruslah menjadi suatu persekutuan mahasiswa Kristen yang akrab dengan istilah ‘full timer’. Kalau biasanya kita selalu mengasosiasikan pekerjaan berembel-embel full timer itu sebagai staff dari lembaga x, y, atau z, maka seharusnya kita merefleksikan diri seberapa jauh kita memahami makna ‘full timer’ itu. Atau memang kita berusaha memilah-milah mana yang sekuler dan mana yang religius dan berkutat pada spiritualitas yang sempal dan bukan berada pada tahap spiritualitas yang utuh?

Mari kita mendefinisikan ulang apa yang disebut dengan ‘full timer’ itu dan terlebih dahulu kita harus memahami definisi pelayanan secara holistik. Di dalam Kolose 3:23 juncto 1 Korintus 10:31 kita dapat melihat bahwa segala sesuatu yang diperbuat adalah untuk Tuhan dan bukanlah untuk manusia belum lagi ditambah frase “segenap hatimu” berarti Tuhan meminta 100% bukan 25% atau 99%, ia meminta segala sesuatu yang dikerjakan haruslah berfokus pada Allah dan untuk Allah. Implikasinya adalah apapun yang kita perbuat, mau di gereja atau tidak, mau di dalam persekutuan atau tidak, saat kita sendirian atau beramai-ramai, kita melakukan suatu kegiatan itu untuk Tuhan.

Sehingga ketika kita sampai kepada yang dinamakan pelayanan itu seharusnya adalah ketika kita melakukan berbagai macam aktivitas kita sehari-hari itu adalah pelayanan kepada Tuhan. Mau menjadi aktivis di BEM, mau belajar di perpustakaan, mau menjadi guru les bahasa, mau menjadi PKK, mau menjadi pengurus di PO, semuanya adalah pelayanan kepada Tuhan. Sehingga ketika memimpin rapat di BEM, lakukan itu sebagaimana dirimu akan rapat dengan Tuhan, ketika mengajar anak les lakukanlah itu seperti dirimu mengajar Tuhan *meskipun Dia sendiri sumber segala ilmu*. Ketika kita melakukan berbagai macam perbuatan baik dimanapun kita dipanggil dan ditempatkan oleh Kristus maka seharusnya orang di sekitar kita memuliakan Allah (Matius 5:13-16). Kita menebarkan Injil tidak hanya melalui perbuatan tetapi juga segala ucapan kita menunjukkan siapa yang kita sembah dan muliakan setiap hari.

Spiritualitas yang utuh itulah yang harus kita kerjakan, sebagaimana Luther dan Calvin berkata, bahwa masing-masing orang memiliki panggilan dan Tuhan meminta masing-masing orang untuk menjadi garam dan terang dimanapun dia ditempatkan dan dipanggil. Seseorang yang menjadi pengurus BEM misalnya tidak akan berani-beraninya telat atau tidak mempersiapkan rapat karena dia tahu bahwa Tuhan ada di sana dan menjadi supervisor atasnya begitupun ketika kita berada di kelas, di tempat kerja, di manapun. Pada intinya Injil harus diberitakan melalui karya dan kata. Sehingga pada akhirnya kita tidak terjebak pada pandangan yang memilah-milah mana kegiatan yang bukan pelayanan dan mana kegiatan yang pelayanan.

Lalu apa hubungannya dengan Matius 25: 35-36? Hmm, ketika ayat ini ditafsirkan dan kemudian dikontekstualisasikan di masa sekarang ini dengan cara pandang yang baru, sebenarnya ayat ini bisa saja tidak ditujukan kepada orang-orang miskin tetapi kepada setiap orang yang merasa lapar, haus, telanjang, dan tidak memiliki tumpangan hal itu berarti semua umat manusia.

Siapakah yang dimaksud dengan ‘kamu’ di sini? Hal ini dapat diartikan setiap orang yang bekerja menghasilkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal yang adalah kebutuhan pokok manusia. Jika kita mengeksegeses lagi berarti kita-kita inilah yang sebenarnya memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok orang lain baik secara langsung ataupun tidak. Dan ketika kita melakukan hal tersebut maka kita sebetulnya sedang melakukan untuk Tuhan karena wujud nyata pelayanan kepada Tuhan adalah ketika kita melayani dan mengasihi kita sesama manusia.

Sehingga jika kembali kepada pertanyaan di atas, siapakah yang disebut dengan ‘full timer’ itu? Jawabannya adalah kita masing-masing. Saya dan saudara. Kita adalah orang-orang yang dipanggil oleh Tuhan untuk melayani di tempat masing-masing dengan tantangan dan hambatan yang berbeda namun tetaplah ingat bahwa Kristus harus terus dinyatakan dimanapun kita berada dan melayani.

Soli Deo Gratia.

1 comment:

Debby's Blog said...

likezz thizz..
tengkyuuu dah di-tag ^^